Thursday, May 31, 2012

Gambar Di Pasir

Waktu itu, angin masih berhembus dari barat, matahari duduk di selatan. Batang-batang jagung merunduk mengejarnya. Kicau burung tak terdengar, mereka bermigrasi ke tempat yang lebih hangat. Pelepah-pelepah kurma menari disapa angin. Butir-butir pasir berdesis di udara menghalangi sinar matahari. Waktu pagi masih begitu dingin aku terbangun sendiri, kau telah pergi.

Aku yang setengah tak percaya berlari keluar mencarimu sampai tiba-tiba badai pasir menampar wajahku, aku jatuh tersungkur. Samar-samar kulihat bayangan berjalan pergi diantara debu-debu yang beterbangan, pelan- pelan semakin jauh. Aku berteriak semampuku memanggil bayangan itu tapi dia tak mendengar, mungkin angin berhembus terlalu kencang. Sampai pelan-pelan dia hilang di tengah badai.


Kini, angin berhembus dari timur, matahari berdiri di utara. Batang-batang jagung yang telah lama mengering berserakan di ladang. Butiran pasir bertapa, matahari sombong menantang. Burung-burung sudah kembali, kicaunya hangatkan pagi. Pohon-pohon kurma ranum berbuah, tandannya merunduk disesaki butiran-butiran berwarna hijau. Pada pasir yang diam, pada mentari yang angkuh, pada burung yang gembira aku bertanya dimana dirimu kini, mereka Cuma tertawa.

Waktu pagi mulai gerah, ku lukis wajahmu di pasir. Angin datang menghampiriku lalu tersenyum padaku, pelan-pelan sebelah tangannya merangkul pundakku, tangan lainnya lembut menyeka gambarmu hingga menjadi gumpalan debu. Duhai kau yang pergi, kaulah hujan di padang pasir, singgah sejenak menyejukkan hati lalu pergi entah kapan kembali. Wahai air, datanglah sekali lagi sekedar untuk mendinginkan tanah agar tak terlalu panas saat dipijak. Wahai hujan, singgahlah sekali lagi sekedar untuk basahi lidah seorang musafir yang berteduh di bawah pohon akasia yang hampir kering di tepi gurun.


(WL) DOH-Qa, Summer 2012



ilustrasi: sophie jacobson

No comments:

Post a Comment